SUARABERITAINDONESIA.COM
BOGOR - Yayasan Harapan Permata Hati Kita atau Yayasan Kita atau juga dikenal sebagai YAKITA adalah sebuah yayasan pemulihan nirlaba yang sudah berjuang menghadapi adiksi dan beragam kecanduan sejak September 1999. Dalam ulang tahun ke 23 tahun pelayanannya, mereka masih berkomitmen mendampingi permata hati anda agar pulih dan melepaskan kegelapan dunia narkoba dan beragam adiksi lainnya.
Dikunjungi di bulan ulang tahunnya yang kedua puluh tiga, YAKITA masih berjalan dan mengatakan bahwa ragam adiksi yang ditanganinya semakin banyak. Selain menangani adiksi heroin di awalnya, mereka menghadapi juga adiksi shabu, obat tidur, psikotropika, sinthe, alkohol hingga adiksi seks, pinjam online, games, dan beragam perilaku bermasalah lainnya. Bilamana yang lain hanya bicara soal rehabilitasi narkoba, YAKITA sejak dahulu melihat lebih pada perilaku, dibandingkan pada zat. Apapun perilaku yang sulit dihentikan siapapun, termasuk oleh si pelaku, merupakan adiksi. Menurut Pengurus di YAKITA, adiksi tidak pandang usia dan tidak pandang bulu.
Yang termuda ditangani oleh YAKITA adalah usia 13 tahun dan yang tertua, 70 tahun. Namun hebatnya, tua dan muda bisa saling mendukung di YAKITA dan di dalam sesi hariannya (7 jam seharinya), jelas bahwa mereka handal menghadapi beragam usia karena adiksi tidak peduli pada usia.
Satu hal yang mungkin menyedihkan adalah juga kasus-kasus gangguan mental yang terjadi akibat adiksi yang juga kerap dihadapi di YAKITA. Adiksi yang terlalu lama, kerap berakhir juga dengan gangguan otak permanen yang menyebabkan harus selalu menggunakan obat dari psikiater. Sejak awal pun, YAKITA bahkan sudah terbuka pada pecandu yang terkena HIV yang kerap tidak diterima dimanapun. Ini dilakukannya dengan bekerjasama dengan keluarga dan membantu mereka memahami penyakit yang diidap keluarganya dan memastikan mereka juga belajar mengenai layanan yang sesuai.
Lingkungan YAKITA termasuk asri, berkedudukan di Villa Pandawa YAKITA, Jl. Ciasin No. 21, Desa Bendungan, Ciawi. Sudah tentu udaranya cukup sejuk dan mendorong terjadinya pemulihan. Kapasitasnya bisa mencapai 40 orang.
Ditanyakan soal adiksi, para Pengurus YAKITA yang ditemui redaksi mengatakan kalau pemulihan bukan hanyalah sekedar bersih dari narkoba. Pemulihan dijelaskan oleh YAKITA sebagai pemulihan secara fisik, mental, emosional dan spiritual. Mengenai rehabilitasi, mereka menyayangkan bahwa masih banyak pihak yang menganggap bahwa penyembuhan adiksi hanyalah sekedar test urine negatif. Rehabilitasi menurut mereka menuntut adanya perubahan mendasar secara fisik agar menjadi lebih sehat, lebih memperhatikan kesehatan diri dan disiplin diri. Namun sehat secara fisik, harus diikuti dengan pemulihan mental. Ini menuntut perubahan pengertian, pemahaman dan juga ilmu dan informasi terkait adiksi dan cara-cara pamungkas untuk mengubah pemikiran yang tergantung pada perilaku destruktif. Dijelaskan bahwa meskipun orang punya mental kuat, dan pendidikan tinggi sekalipun, bukan berarti mereka secara emosional matang. Karena itulah pemulihan secara emosional dan meningkatkan kapasitas seseorang mengendalikan emosi juga perlu terjadi. Dan dengan kematangan fisik, mental, emosional barulah pemulihan spiritual menjadi mungkin juga.
Ditanyakan soal harapannya terkait adiksi, YAKITA mengatakan bahwa mereka berharap bahwa masyarakat lebih banyak belajar soal adiksi. Joyce Djaelani Gordon, psikolog lulusan Universitas Indonesia yang ikut mendirikan YAKITA di tahun 1999 mengatakan bahwa informasi mengenai adiksi belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Keluarga baru belajar, ketika anaknya bermasalah dengan adiksi.
Sri Hayuni (Kiri) dan Joyce Jaelani Gordon |
Saat ditemui wartawan Suara Berita Indonesia Jum'at siang (16/09/2022) di YAKITA Ciawi, Joyce mengatakan bahwa kerap informasi mengenai adiksi masih sangat terbatas. Banyak pihak yang menganggap memingit si pecandu di rumah akan menyelesaikan masalah. Padahal, itu tidak mengubah cara berpikir si pecandu. Beberapa pihak yang mengatakan menyediakan rehabilitasi pun kerap tidak paham soal adiksi. Ini yang disayangkan. Dijelaskannya bahwa melapor setelah keluar dari penjara bukanlah rehabilitasi saat ditanyakan tentang pihak-pihak yang menuntut si pecandu lapor 12 kali setelah keluar dari tangan polisi. “Lapor polisi ya lapor polisi, tapi janganlah itu dianggap rehabilitasi. Lapor polisi pun tidak sama dengan konseling,” pungkasnya.
Yayasan yang berdiri di lahan seluas 8150 meter persegi ini telah banyak mendapat penghargaan seperti disebutkan sebagai praktek terbaik program pencegahan, intervensi dan paska rawat oleh UNODC (United Nations Office For Drug and Crime) dan meraih penghargaan dari Depkes RI, Marga Pratama BNN dan beberapa penghargaan dari walikota dan Gubernur. Bukan hanya yayasannya, pendiri YAKITA, Joyce Djaelani Gordon juga telah diberikan penghargaan oleh Menkokesra, Kementrian Kesehatan dan oleh Komisi Penanggulangan AIDS sebagai 30 Aktivis Awal HIV/AIDS di Indonesia, oleh ASHOKA sebagai Entrepreneur Sosial. Penghargaan Sarinah Award juga diperolehnya dari PDIP Pusat. YAKITA bahkan pernah digandeng UNICEF untuk melatih Maladewa dalam menguatkan kelompok pecandu yang ingin pulih di Maladewa dan mengadakan pelatihan Empowered Youth di Maladewa yang meningkatkan resiliensi kaum muda terhadap narkoba. YAKITA juga melatih kelompok konselor, pabean, polisi dan juga penjara di Maladewa. YAKITA bahkan melatih kelompok pejabat dari Vietnam, dari Asia Selatan. Sebuah prestasi yang bisa dibanggakan oleh sebuah Yayasan di Indonesia yang tumbuh dari akar rumput.
Meski demikian, ketika ditanyakan mengenai bantuan pendanaan, dijelaskan oleh Sri Hayuni, Pengurus YAKITA bahwa bantuan infrastruktur bangunan tidak pernah memperoleh diperoleh dari pihak pemerintah. Saat COVID 19 terjadi, YAKITA pun mengalami dampak dalam jumlah pecandu yang masuk untuk pemulihan. Joyce S.H. Djaelani Gordon mengatakan bahwa kondisi beberapa bangunan di YAKITA saat ini membutuhkan bantuan pendanaan yang saat ini tidak mereka miliki. Sri dan Joyce menunjukkan beberapa atap gedung yang mulai rusak dan perlu segera direnovasi.
Sangat disayangkan bilamana suatu lembaga yang program-program kerjanya membantu masyarakat dalam pemulihan kecanduan atau adiksi tidak dibantu. Keseriusan pemerintah terkait penanganan adiksi menjadi pertanyaan, tentunya. Yayasan seperti YAKITA ini kami rasakan bisa dibanggakan Indonesia, namun sayang bila kita membiarkannya untuk berjuang sendiri.
(Achmad H.)
Posting Komentar untuk "YAKITA Ciawi Bogor Tetap Berkomitmen Dalam Pemulihan dan Perawatan Pecandu Korban Narkoba"