Akademisi UNUSIA: Pagar Laut Rugikan Negara

 


SUARABERITAINDONESIA.COM

JAKARTA-Polemik mengenai pagar laut yang membentang di pesisir Kabupaten Tangerang telah menjadi perhatian publik sejak awal Januari 2025. Struktur ini, yang tersusun dari patok-patok bambu, membentang sepanjang 30,16 kilometer dari Desa Muncung hingga Tanjung Burung. Pemerintah, melalui upaya pembongkaran, telah menyingkirkan sekitar 9 kilometer pagar laut tersebut hingga saat ini. Keberadaan pagar laut ini dianggap memicu keresahan karena mengganggu akses publik ke wilayah pesisir.


Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Muhammad Aras Prabowo angkat bicara potensi kerugian material Negara akibat pagar laut tersebut. ”Polemik pagar laut tersebut memiliki potensi kerugian terhadap negara", ungkapnya. 25/01/2015


Pembongkaran pagar laut yang membentang 30,16 kilometer oleh pemerintah adalah contoh real kerugian materil yang dialami oleh negara. Pasalnya, menurut analisa Muhammad Aras Prabowo bahwa biaya pembongkaran yang dikeluarkan negara atas pagar laut adalah bentuk kerugian negara.


"Jika diperkirakan dalam 1 meter membutuhkan 10 bambu untuk pagar laut tersebut, maka bambu yang dibutuhkan untuk memagari sepanjang 30,16 kilo meter sebanyak 301.600 bambu. Dan jika biaya pencabutan bambu sebesar 5.000 rupiah, maka biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mencabut bambu pagar laut sebanyak 301.600 bambu sebesar 1.508.000.000. 1,5 Milliar ini potensi kerugian negara hanya dalam pencabutan bambu pagar laut tersebut, belum potensi kerugian yang lain, baik bersifat materil maupun kewenangan (soal ijin)", ungkap Muhammad Aras Prabowo.


Meskipun baru viral belakangan, sejumlah pihak menyebutkan bahwa pagar ini telah ada sejak 2014. Hal ini dikonfirmasi oleh Ahmed Zaki Iskandar, mantan Bupati Tangerang, yang menjabat pada periode tersebut. Ia menyatakan bahwa pagar ini telah dibangun sejak masa itu, meskipun polemiknya baru mencuat sekarang.


Di sisi lain, masalah ini juga menyentuh aspek hukum dan kepemilikan lahan. Agung Sedayu Group, melalui kuasa hukumnya, Muannas Alaidid, menyampaikan bahwa kepemilikan sertifikat yang mereka miliki adalah sah dan bukan hasil reklamasi. Menurut pihaknya, tanah yang dimaksud adalah daratan yang mengalami abrasi, sehingga kemudian dikelola sesuai prosedur. Namun, klaim ini menjadi perdebatan karena masyarakat menganggap adanya potensi pelanggaran terhadap akses publik ke pesisir.


Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) telah merespons permasalahan ini dengan membatalkan 50 sertifikat terkait wilayah tersebut. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menegakkan aturan tata ruang dan menjaga agar akses pesisir tetap terbuka untuk masyarakat umum. Meskipun demikian, hingga kini, identitas aktor intelektual yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ini masih belum diungkap secara jelas. 


Soal ganti rugi, Ketua Komisi IV DPR Titiek Soeharto meminta pelaku pemasangan pagar laut di Tangerang, Banten mengganti biaya pembongkaran yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan instansi lainnya.


"Di samping kemarin ada pencabutan pagar yang mengerahkan begitu banyak aparat, untuk mencabut yang 30 kilometer ini tentunya ada biaya-biaya yang timbul yang cukup besar. Kami minta agar siapa pun nanti yang bersalah, untuk yang melanggar hukum ini mereka harus mengganti biaya-biaya yang sudah dikeluarkan," kata Titiek kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2025).


"Situasi ini menjadi refleksi penting tentang pengelolaan tata ruang wilayah pesisir dan hak masyarakat terhadap akses publik. Dengan pembongkaran yang masih berlangsung dan investigasi lebih lanjut oleh pemerintah, publik berharap permasalahan ini dapat segera diselesaikan secara transparan dan adil", tutup Muhammad Aras Prabowo kepada awak media. ( Achmad Hidayat) 

Posting Komentar untuk "Akademisi UNUSIA: Pagar Laut Rugikan Negara"